Senin, 12 Desember 2011

Seni

Seni Rupa Modern adalah suatu karya seni rupa yang merupakan hasil kreativitas untuk menciptakan karya yang baru atau dengan kata lain karya seni rupa pembaruan. Kreativitas dalam seni rupa di dalamnya terdapat estetika, karakter, inovasi, dan originalitas.

“Merapi” karya Raden Saleh
Peirode Perintis (1826-1880),  perkembangannya diawali oleh pelukis Raden Saleh. Berkat pengalamannya belajar menggambar dan melukis di luar negeri seperti di Belanda, Jerman, Perancis, beliau dapat merintis kemunculan seni rupa Modern di Indonesia. Corak lukisannya beraliran Romantis dan Naturalis. Aliran Romantisnya menampilkan karya-karya yang berceritera dahsyat, penuh kegetiran seperti tentang perkelahian dengan binatang buas. Gaya Naturalisnya sangat jelas nampak dalam melukis potret.
Peiode Indonesia Jelita, masa ini merupakan kelanjutan dari masa perintisan setelah pakum beberapa saat karena meninggalnya Raden Saleh. Kemudian munculah seniman Abdullah Surio Subroto dan diikuti oleh anak-anaknya, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah dan Trijoto Abdullah. Pelukis-pelukis Indonesia yang lain seperti Pirngadi, Henk Ngantung, Suyono, Suharyo, Wakidi, dll. Masa ini disebut dengan masa Indonesia Jelita karena pelukisnya melukiskan tentang kemolekan/keindahan obyek alam. Pelukis hanya mengandalkan teknik dan bahan saja. Karya Abdullah SR. (Pemandangan di sekitar Gn. Merapi, Pemandangan di Jawa Tengah, Dataran Tinggi di Bandung), karya Pirngadi (Pelabuhan Ratu), karyaBasuki Abdullah (Telanjang, Pemandangan, Gadis sederhana, Pantai Flores, Gadis Bali, dll.)
Periode Persagi, pada masa ini di Indonesia sedang terjadi pergolakan. Bangsa Indonesia berjuang untuk mendapatkan hak yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain, terutama hak untuk merdeka dari penjajahan asing. Pergolakan di segala bidang pun terjadi, seperti dalam bidang kesenian yang berusaha mencari ciri khas Indonesia. Pelopor masa ini yang dikenal memilki semangat tinggi adalah S. Sdjojono, ia tidak puas dengan kehidupan seni rupa Jelita yang serba indah, karena dianggap bertolak belakang dengan kejadian yang melanda bangsa Indonesia. Sebagai langkah perjuangannya maka S. Sudjojono dan Agus Jayasuminta bersama kawan-kawannya mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia). Persagi bertujuan untuk mengembangkan seni lukis di Indonesia dengan mencari corak Indonesia asli. Konsep persagi itu sendiri adalah semangat dan keberanian, bukan sekedar kecakapan melukis melainkan melukis dengan tumpahan jiwa. Karya-karya S. Sudjojono (Di depan kelambu terbuka, Cap Go Meh, Jongkatan, Bunga kamboja), karya Agus Jayasuminta (Barata Yudha, Arjuna wiwaha, Dalam Taman Nirwana), karya Otto Jaya (Penggodaan, Wanita impian).
Peiode Pendudukan Jepang, kegiatan melukis pada masa ini dilakukan dalam kelompok Keimin Bunka Shidoso. Tujuannya adalah untuk propaganda pembentukan kekaisaran Asia Timur Raya. Kelompok ini didirikan oleh tentara Dai Nippon dan diawasi oleh seniman Indonesia, Agus Jayasuminta, Otto Jaya, Subanto, Trubus, Henk Ngantung, dll. Untuk kelompok asli Indonesia berdiri kelompok PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat), tokoh-tokoh yang mendirikan kelompok ini adalah tokoh empat serangkai yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH. Dewantara dan KH. Mas Mansyur. Khusus yang menangani bidang seni lukis adalah S. Sudjojono dan Affandi. Pelukis yang ikut bergabung dalam Putra diantaranya Hendra Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll. Pada masa ini para seniman memiliki kesempatan untuk berpameran, seperti pameran karya dari Basuki Abdullah, Affandi, Nyoman Ngedon, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, Otto Jaya, dll.
Periode Pasca Kemerdekaan, setelah Indonesia merdeka bermunculanlah kelompok-kelompok seniman lukis Indonesia, diantaranya: (1) Sanggar Masyarakat (1946) dipimpin Affandi, kemudian diganti nama menjadi SIM (Seniman Indonesia Muda) yang dipimpin oleh S. Sudjojono; (2) Pelukis Rakyat (1947), Affandi dan Hendra Gunawan keluar dari SIM dan mendirikan Pelukis Rakyat dipimpin oleh Affandi; (3) Perkumpulan Prabangkara (1948); (4) ASRI (Akademi Seni Rupa (1948), tokoh-tokoh pendirinya RJ. Katamsi, S.Sudjojono,Hendra Gunawan, Jayengasmoro, Kusnadi dan Sindusisworo; (5) Tahun 1950 di Bandung berdiri Balai Perguruan Tinggi Guru Gambar yang dipelopori oleh Prof. Syafei Sumarya, Mochtar Apin, Ahmad Sadali, Sujoko, Edi Karta Subarna; (6) Tahun 1955, berdiri Yin Hua oleh Lee Man Fong ( perkumoulan pelukis Indonesia keturunan Tionghoa); (7) Tahun 1958, berdiri Yayasan seni dan desain Indonesia oleh Gaos Harjasumantri dkk; (8) Tahun 1959, berdiri Organisasi Seniman Indonesia oleh Nashar dkk.
Periode Akademi (1950), Pengembangan seni rupa melalui pendidikan formal. Lembaga Pendidikan yang bernama ASRI yang berdiri tahun 1948 kemudiaan secara formal tahun 1950 Lembaga tersebut mulai membuat rumusan-rumusan untuk mencetak seniman-seniman dan calon guru gambar. Pada tahun 1959 di Bandung dibuka jurusan Seni Rupa ITB, kemudian dibuka jurusan seni rupa disemua IKIP diseluruh Indonesia.
Periode Seni Rupa Baru, pada sekitar tahun 1974 muncul kelompok baru dalam seni lukis. Kelompok ini menampilkan corak baru dalam seni lukis Indonesia yang membebaskan diri dari batasan-batasan seni rupa yang telah ada. Konsep kelompok ini adalah: (1) Tidak membedakan disiplin seni; (2) Menghilangkan sikap seseorang dalam mengkhususkan penciptaan seni; (3) Mendambakan kreatifitas baru; (4) Membebaskan diri dari batasan-batasan yang sudah mapan; (5) Bersifat eksperimental.
Seniman muda yang mempelopori kelompok ini adalah Jim Supangkat, S. Prinka, Dee Eri Supria, dll.

Minggu, 27 November 2011

LECTURE NOTES



LOGIKA  MATEMATIKA











Disusun Oleh :
Dra. D. L. CRISPINA PARDEDE, DEA.

















UNIVERSITAS GUNADARMA
PONDOK CINA, MARET 2003

DAFTAR ISI


Pertemuan 1

BAB  I     HIMPUNAN   DAN   OPERASI BINER


Sebuah himpunan adalah kumpulan obyek atau simbol yang memiliki sifat yang sama. Anggota himpunan disebut elemen.

Contoh 1.1.
D   himpunan nama hari dalam satu minggu.
M  himpunan mahasiswa jurusan teknik informatika di Universitas Gunadarma.
N   himpunan bilangan asli.                                                                                       ð

Sebuah himpunan dapat dinyatakan dalam bentuk daftar anggota (bentuk pendaftaran) atau dengan menyebutkan sifat yang dimiliki oleh semua anggota (bentuk pencirian).

Contoh 1.2.
D   = { Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu }
       = { x | x nama hari dalam satu minggu }                                                             ð

Himpunan P disebut himpunan bagian (subset) dari himpunan Q, jika setiap anggota P merupakan anggota Q. Hubungan antara P dan Q tersebut dapat ditulis sebagai  P Ì Q. Dengan cara lain, hubungan antara P dan Q tersebut dapat ditulis sebagai Q É P dan dibaca  Q  superset   dari  P   atau   P terdapat di dalam Q  .

Contoh 1.3.
Mahasiswa tingkat dua dari jurusan teknik informatika di Universitas Gunadarma merupakan anggota dari himpunan M pada contoh 1.1 di atas. Jika P merupakan himpunan mahasiswa tingkat dua tersebut, maka P  merupakan himpunan bagian dari himpunan M dan ditulis sebagai P Ì M. Dapat pula ditulis sebagai  M É P dan dibaca M  superset dari P .         ð

Dua himpunan dikatakan saling lepas (disjoint) jika mereka tidak memiliki anggota bersama.

Contoh 1.4.
            Himpunan mahasiswa S1  Universitas Gunadarma dan himpunan dosen S1
Universitas Gunadarma merupakan himpunan yang saling lepas.                   ð

Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota dan dinyatakan sebagai    {  }  atau  Æ .

Contoh 1.5.
A = { x |  x bilangan asli dan x < 1 } =  Æ.                                                                   ð

Dalam rangka menyelidiki hubungan antara beberapa himpunan, seringkali dibutuhkan pendefinisian sebuah himpunan yang disebut himpunan semesta. Himpunan-himpunan lain yang dibicarakan merupakan himpunan bagian dari himpunan semesta tersebut. Himpunan semesta biasanya dinyatakan sebagai himpunan  S  atau  U .

Contoh 1.6.
Himpunan bilangan riil  R   merupakan semesta dari himpunan bilangan asli N dan himpunan bilangan bulat Z .                                                                                                          ð

Dua buah himpunan dikatakan sama jika keduanya memiliki anggota yang benar-benar sama.

Contoh 1.7.
{ x | x + 2 = 4 }  =  { y | 3 y = 6 }.                                                                                     ð

Diagram Venn biasa digunakan untuk menggambarkan himpunan dan hubungan antar himpunan. Anggota dari setiap himpunan ditempatkan dalam sebuah bentuk tertutup, biasanya lingkaran. Himpunan semesta didefinisikan harus mengandung semua himpunan lain dan biasa digambarkan dengan sebuah segi empat.

Contoh 1.8.
S  = himpunan bilangan riil.
Z = himpunan bilangan bulat.
N = himpunan bilangan asli.                           ð


1.1. OPERASI PADA HIMPUNAN

Jika  S  adalah himpunan semesta dan himpunan A Ì S  , komplemen dari A  , ditulis   A’ ,  adalah himpunan dari semua anggota S  yang bukan merupakan anggota A .
A’ = { x | x ÏA  }

Gabungan (union) himpunan A dan himpunan B, ditulis sebagai A È B, adalah sebuah himpunan yang anggotanya merupakan anggota A  atau anggota B  atau anggota keduanya.
A È B = { x  |  x ÎA   atau    x ÎB  }

Irisan (interseksi) himpunan A dan himpunan B, ditulis sebagai A Ç B, adalah sebuah himpunan yang anggotanya merupakan anggota bersama dari himpunan A  dan  B.
A Ç B  =  { x  |  x ÎA   dan     x ÎB  }

Contoh 1.9.
            Diketahui 
S  = { k | k Î Z  , 1 £ k £ 12 }
A = { x | x Î Z  , 1 < x < 10 }.
B = { y | y Î Z  , y kelipatan 3 dan  3 £ y £ 12 }.                                                         ð
Gambarkan diagram Venn yang memperlihatkan hubungan ketiga himpunan tersebut dan hitung banyaknya anggota A ÈB, A Ç B, A’, B’, A’ ÇB’ .
            Jawab : ... diserahkan kepada pembaca ...

Gambar di bawah ini menunjukkan beberapa keadaan yang mungkin terjadi.

Kondisi

Operasi

A Ç B ¹ Æ

A Ç B = Æ

B Ì A

A È B
daerah
berbayang




n(A È B) =
n(A) + n(B) – n(A Ç B)




n(A È B) =   n(A) +  n(B)




n(A È B) = n(A)


A Ç B
daerah
berbayang





n(A Ç B) =
n(A) + n(B) – n(A È B)





n(A Ç B) = 0






n(A Ç B) = n(B)


Selain ketiga operasi tersebut di atas, pada himpunan berlaku pula operasi selisih dan operasi selisih simetri.

Selisih (difference) dari himpunan A dengan himpunan B, ditulis sebagai A - B, adalah sebuah himpunan yang anggotanya merupakan anggota himpunan A  yang bukan merupakan anggota himpunan  B.
A - B  =  { x  |  x ÎA   dan    x ÏB  }.
Jelas bahwa    
B -  A =  { x  |  x ÎB   dan    x ÏA  }.

Selisih simetri (symetric difference) dari himpunan A dengan himpunan B, ditulis sebagai A D B, adalah sebuah himpunan yang anggotanya merupakan anggota gabungan himpunan A dan B,  tetapi bukan merupakan anggota irisan himpunan A dan B.
A D B  =  ( A È B ) – ( A Ç B )
atau     
A D B  =  ( A – B ) È  ( B - A ).

1.2.  PERHITUNGAN   ANGGOTA   HIMPUNAN

Banyaknya anggota himpunan D (kardinalitas D) dinyatakan sebagai n(D)  atau  |D|.

Contoh 1.10.
Dari contoh sebelumnya, n(D ) = 7, n(N ) tak hingga.                                           ð

Contoh 1.11.
Sebuah survei dilakukan terhadap 30 siswa SD dan diperoleh data berikut :
B himpunan siswa yang memiliki sepeda, D himpunan siswa yang memiliki anjing. n(B)=23 , n(D)=10, n(B Ç D) = 6.
Tentukan :
a). banyaknya anak yang memiliki sepeda dan anjing.
b). banyaknya anak yang tidak memiliki sepeda maupun anjing.
c). banyaknya anak yang memiliki salah satu sepeda atau anjing, tapi tidak       keduanya.
Jawab : ... diserahkan kepada pembaca ...                                                               ð


Soal Latihan 1.1.
1.     Sajikan himpunan  A = { x ê x + 2 < 10, x Î Z+ } dalam bentuk pendaftaran.
2.     Tunjukkan bahwa jika  A Í B dan B Í C , maka A Í C.
3.     Tunjukkan bahwa himpunan A dan himpunan B merupakan himpunan bagian dari A È B.
4.     Tunjukkan bahwa  (A Ç B) merupakan himpunan bagian dari himpunan A dan dari himpunan B.
5.     Tunjukkan bahwa jika A dan B adalah himpunan, maka  (A – B)  Í  (A È B).
6.     Tunjukkan bahwa jika  A Í B, maka  A È B = B.




Pertemuan 2

1.3.  ALJABAR HIMPUNAN

Himpunan di bawah operasi gabungan, irisan dan komplemen memenuhi berbagai hukum aljabar. Tabel berikut menampilkan hukum-hukum yang berlaku pada operasi himpunan tersebut.

Hukum Asosiatif
 ( A È B )  È C    =    A È ( B È C )
 ( A  Ç B ) Ç C   =    A Ç ( B Ç C )
Hukum Komutatif
 A  È B  =   B  È A
 A  Ç B  =  B Ç A
Hukum Distributif
 A È ( B Ç C ) = ( A È B )  Ç (A È C )   
 A Ç ( B È C ) = ( A Ç B ) È (A Ç C )   
Hukum Involusi
(A’) ’  =  A
Hukum Idempoten
A  È A  =   A
A  Ç A  =  A
Hukum Identitas
A  È Æ  =   A
A  Ç  S  =  A
Hukum Komplemen
A  È A’ = S
A  Ç A’  =  Æ
Hukum de Morgan
( A È B ) ‘ =  A’  Ç B’ 
( A  Ç B )’ =  A’ È B’

Contoh 1.12.
Jika P, Q dan R adalah himpunan, tunjukkan bahwa  
( P È Q ) Ç ( P’ Ç R )’ = P È ( Q’ È R )’ .
Jawab :
Pernyataan
( P È Q ) Ç ( P’ Ç R )’ = ( P È Q ) Ç ( (P’ )’ È R’ ) 
(P’ )’ = P
\( P È Q ) Ç ( P’ Ç R )’ = ( P È Q ) Ç ( P È R’ ) 
( P È Q ) Ç ( P È R’ ) = P È ( Q Ç R’ )
( Q Ç R’ ) = ( Q’ È R )’
\( P È Q ) Ç ( P’ Ç R )’ =  P È ( Q’ È R )’
Alasan
hukum de Morgan
hukum involusi
substitusi
hukum distribusi
hukum de Morgan
substitusi
                                                                                                                                         ð

Contoh 1.13.
Jika P, Q dan R adalah himpunan,
tunjukkan bahwa   P’ È (Q Ç R)’ Ç (P’ Ç Q’ ) =  P’ Ç Q’
Jawab :   ...diserahkan kepada pembaca....                                                             ð

Soal Latihan 1.2.
1.  Buktikan bahwa  (A Ç B) È (A Ç B’ ) = A.
2.  Buktikan bahwa, jika  A È B = S, maka A’Í B.  (S = semesta).
3.  Buktikan bahwa  A Ç (A’ È B ) = A Ç B.







Pertemuan 3

BAB II   RELASI


Anggota sebuah himpunan dapat dihubungkan dengan anggota himpunan lain atau dengan anggota himpunan yang sama. Hubungan tersebut dinamakan relasi.

Contoh 2.1.
Misalkan  M = { Ami, Budi, Candra, Dita }  dan N = { 1, 2, 3 }.  Misalkan pula,      Ami berusia 1 tahun, Budi berusia 3 tahun, Candra berusia 2 tahun dan Dita berusia 1 tahun, maka kita dapat menuliskan sebuah himpunan P = {(Ami, 1), (Budi, 3),  (Candra, 2), (Dita, 1)} dimana P merupakan himpunan pasangan terurut yang menggambarkan hubungan antara himpunan M dengan himpunan N. Himpunan P merupakan relasi antara himpunan M dengan himpunan N dan dapat ditulis sebagai P = { (x,y) | x berusia y, dimana xÎM dan  yÎN }.       ð


2.1. PERKALIAN CARTESIAN  DAN  RELASI

Misalkan  A  dan  B  adalah sembarang himpunan yang tidak kosong. Perkalian Cartesian A x B  adalah himpunan semua pasangan terurut (x,y) dimana xÎA  dan  yÎB.
A x B  = { (x,y) | untuk setiap  xÎA  dan  yÎB }

Contoh 2.2.
Misalkan  C = { 2, 3, 4 }  dan   D = { x, y }. 
   C x D  = { (2,x) , (2,y) , (3,x) , (3,y) , (4,x) , (4,y) }
   D x C  = { (x,2) , (y,2) , (x,3) , (y,3) , (x,4) , (y,4) }                                                 ð


            Banyaknya anggota himpunan hasil perkalian cartesian  A x B  sama dengan  hasil kali antara banyaknya anggota  A  dengan banyaknya anggota  B .
n(A x B ) = n (A ) x n(B ) .
Pada umumnya,  A x B  ¹  B x A . Akan tetapi  n(A x B ) = n (B x A ).

Contoh 2.3.
1.    Dari contoh 2.2. di atas, diketahui n(C ) = 3 dan  n(D) = 2.
Dengan demikian n(C x D ) = 3 x 2 = 6.
2.   Dari contoh 2.1.  di atas, n(M x N ) = n(N x M ) = 12.                                        ð

Sebuah relasi R  yang memasangkan anggota himpunan A kepada anggota himpunan B merupakan sebuah himpunan bagian dari perkalian cartesian  A x B, ditulis  R : A ® B .
Jika  sebuah relasi R  didefinisikan pada himpunan A , maka R  Í A x A  dan ditulis  R : A ® A .

Contoh 2.4.
1.         Misalkan  C = { 2, 3, 4 }  dan   D = { x, y }. 
     Sebuah relasi  R1: C ® D  didefinisikan sebagai R1  = {(2,y) , (3,x) , (4,x), (4,y) }.  Jelas bahwa  R1  Í  C x D. 
2. Relasi R2 : G ® G   didefinisikan pada himpunan G = {5, 7, 11} sebagai           R2 = { (x,y) |x < y, dimana  x, yÎG }. Relasi tersebut dapat dinyatakan sebagai R2 = {(5,7),(5,11), (7,11)} dan jelas bahwa R2  Í  G x G.
3. Diketahui  Q = {w, k} . Tentukan Q  x Q dan relasi  R3 = { (x,y) | x ¹ y,  x, yÎQ }. Apakah  R3  Í  Q x Q   ?                                                                                                                         ð

Jika A  dan B adalah himpunan yang masing-masing memiliki sebanyak n(A) dan n(B) anggota, maka  n(A x B) = n(A) x n(B).  Setiap relasi yang memasangkan anggota A dengan anggota B merupakan himpunan bagian dari  perkalian cartesian A x B . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dapat didefinisikan sebanyak ................... relasi yang memasangkan anggota A  kepada anggota B .

2.2. PENYAJIAN RELASI

Sebuah relasi dapat disajikan dalam beberapa bentuk, yaitu : himpunan pasangan terurut dalam bentuk pendaftaran (tabulasi), himpunan pasangan terurut dalam bentuk pencirian, diagram panah, diagram koordinat atau grafik relasi, matriks relasi, bentuk graf berarah (digraf)

Contoh 2.5.
            Diketahui C = { 2, 3, 4 },  D = { x, y }  dan sebuah relasi  yang ditulis dalam bentuk pendaftaran R1  = {(2,y) , (3,x) , (4,x), (4,y) }.  Relasi tersebut dapat disajikan dalam bentuk lain, misalnya :
            Bentuk diagram panah        Bentuk diagram koordinat             Bentuk Matriks













 




                                                                                                                                                     ð

2.3. RELASI  INVERS

            Setiap relasi R dari himpunan A kepada himpunan B memiliki invers yang dinamakan  R-1  dari himpunan  B  kepada himpunan  A, yang ditulis sebagai
R-1  = { ( y , x ) | ( x , y ) Î R }
Dengan kata lain, relasi invers   R-1  dari  R  mengandung pasangan-pasangan terurut yang bila dibalikkan akan terkandung dalam relasi   R .

Contoh 2.6.
Misalkan  A = {1, 2, 3},  B  = { a, b}  dan relasi  R = { (1,a) , (2,a) , (2,b) , (3,a) } merupakan relasi dari A  pada B.  Invers dari relasi  R   adalah  relasi
R-1   =  { (a,1) , (a,2) , (b,2) , (a,3) }.                                                                              ð
           

Contoh 2.7.
Misalkan  W  = {a, b, c},  relasi  R = { (a,b) , (a,c) , (c,c) , (c,b) } merupakan relasi pada W  .  Invers dari relasi  R   adalah  relasi
R-1   =  { (b,a) , (c,a) , (c,c) , (b,c) }                                                                                ð

Soal Latihan  2.1.
1. Diketahui   G = { 5, 7, 11 }.  Tentukan  G x G dan  n(G x G ).
2. Diketahui himpunan  A = {a, b}  dan himpunan B = { 9 }.  Tentukan semua relasi    R : A ® B   yang dapat didefinisikan dan hitung jumlahnya.
3.  Diketahui himpunan  C = {x, y}.  Tentukan semua relasi R : C ® C   yang dapat didefinisikan dan hitung jumlahnya.
4. Misalkan  D  = {1, 3, 5, 9}.  Pada himpunan tersebut didefinisikan relasi
a. R 1 = { (x,y) | x ³ y }
b. R 2 = { (x,y) | x + 2 £ y }
c. R 3 = { (x,y) | x.y ³ 50 }
Sajikan relasi-relasi tersebut dalam bentuk himpunan pasangan terurut.
Tentukan invers dari setiap relasi tersebut.
5. Nyatakan invers dari tiap relasi berikut :
a. R  = { (x,y) | x habis  dibagi oleh  y,   x, y ÎZ  }
b. R  = { (x,y) | x £ y,    x, y ÎZ }
c. R  = { (x,y) | x – 4 = y,    x, y ÎZ }

Pertemuan 4

2.4. SIFAT  RELASI 

Misalkan  R  sebuah relasi yang didefinisikan pada himpunan A. Relasi R  dikatakan bersifat  refleksif  jika untuk setiap a Î A berlaku  (a,a) Î R.

Contoh 2.8.
Diketahui   A = { 1, 2, 3 }.  Pada A didefinisikan relasi  R1 = { (1,1), (1,2), (2,2),
(2,3) , (3,3) , (3,2) }. Relasi R1  tersebut bersifat refleksif.                                      ð

Contoh 2.9.
Diketahui B = {2,4,5}. Pada  B  didefinisikan relasi R2={(x,y)|x kelipatan y, x,yÎB }. Maka R2 = {(2,2), (4,4), (5,5), (4,2)}. Relasi R2 tersebut bersifat refleksif.                               ð

Contoh 2.10.
Diketahui  B = {2,4,5}. Pada B didefinisikan relasi R3 = {(x,y)|x + y <10, x,yÎA}.  Maka R3={(2,2), (2,4), (2,5), (4,2), (4,4), (4,5), (5,2), (5,4)}. Relasi R3  tersebut tidak bersifat refleksif.           ð

Relasi R  bersifat simetris jika untuk setiap  (a,b) Î R  berlaku  (b,a) Î R.   

Contoh 2.11.
Diketahui   A = { 1, 2, 3 }.  Pada  A  didefinisikan relasi  R4 = { (1,1) , (1,2) , (2,2) , (2,1) , (3,3) }. Relasi  R4  tersebut bersifat  simetris.                                                                       ð

Contoh 2.12.
Diketahui B = { 2, 4, 5 }.  Pada  B  didefinisikan relasi  R2  = { (x,y) | x kelipatan y , x,y Î B } = { (2,2) , (4,4) , (5,5) , (4,2) }. Relasi R2  tersebut tidak bersifat simetris karena (4,2) Î R2  tetapi (2,4) Ï R2.                                                                                                                                         ð

Relasi  R  bersifat transitif,  jika untuk setiap  (a,b)ÎR  dan (b,c)ÎR  berlaku  (a,c)ÎR.   

Contoh 2.13.
            Diketahui   A = { 1, 2, 3 }.
Pada  A  didefinisikan relasi  R4 = { (1,1) , (1,2) , (2,2) , (2,1) , (3,3) }
Relasi  R4  tersebut bersifat  transitif.                                                                       ð

Contoh 2.14.
Relasi  R1 = { (1,1) , (1,2) , (2,2) , (2,3) , (3,3) , (3,2) } yang didefinisikan pada himpunan A = {1, 2, 3 } tidak bersifat transitif,  karena  terdapat (1,2) Î R1  dan  (2,3) Î R1,  tetapi (1,3) Ï R1 .   ð

Relasi R  dikatakan bersifat antisimetris  jika untuk setiap  (a,b) Î R  dan (b,a) Î R  berlaku  a = b.

Contoh 2.15.
Pada himpunan B = { 2, 4, 5 } didefinisikan relasi  R2 = { (x,y) | x kelipatan y , x,y Î B }. Dengan demikian R2 = {(2,2),(4,4),(5,5),(4,2)}. Relasi R2  tersebut bersifat antisimetris. ð

Contoh 2.16.
            Diketahui   A = { 1, 2, 3 }.
Pada A didefinisikan relasi  R5 = { (1,1) , (1,2) , (2,2) , (2,1) , (3,3) }
Relasi R5 tersebut tidak bersifat antisimetris karena  terdapat (1,2)ÎR5  dan  (2,1) Î R5,  tetapi 1 ¹ 2.                                                                                                                                      ð

2.5. RELASI EKIVALEN 

Relasi  R  disebut sebagai sebuah  relasi ekivalen  jika relasi tersebut bersifat refleksif,  simetris  dan  transitif.


Contoh 2.17.
Diketahui   A = { 1, 2, 3 }.
Pada A didefinisikan relasi  R5 = { (1,1) , (1,2) , (2,2) , (2,1) , (3,3) }
Relasi R5  tersebut bersifat refleksif, simetris dan transitif. Oleh karena  itu relasi R5 merupakan relasi ekivalen.                                                                                                              ð

Contoh 2.18.
Diketahui   B = { 2, 4, 5 }.
Pada  B  didefinisikan relasi  R2  = { (x,y) | x kelipatan y , x,y Î B }.
R2  = { (2,2) , (4,4) , (5,5) , (4,2) }
Relasi R2  tersebut tidak bersifat simetris, oleh karena itu relasi tersebut bukan relasi ekivalen.                                                                                                                                          ð

2.6. RELASI PENGURUTAN SEBGAIAN 

Relasi  R  disebut sebagai sebuah  relasi pengurutan sebagian (partial ordering),  jika relasi tersebut bersifat refleksif,  transitif   dan  antisimetris.

Contoh 2.19.
Diketahui   A = { 1, 2, 3 }.
Pada A didefinisikan relasi  R5 = { (1,1) , (1,2) , (2,2) , (2,1) , (3,3) }
Relasi R5  tersebut bersifat refleksif dan transitif, tetapi tidak bersifat antisimetris.  Oleh karena  itu relasi tersebut bukan merupakan relasi pengurutan sebagian.                          ð

Contoh 2.20.
Diketahui   B = { 2, 4, 5 }.
Pada  B  didefinisikan relasi  R2  = { (x,y) | x kelipatan y , x,y Î B }.
R2  = { (2,2) , (4,4) , (5,5) , (4,2) }
Relasi R2  tersebut bersifat refleksif, antisimetris dan transitif. Oleh karena itu relasi tersebut merupakan relasi pengurutan sebagian.                                                                 ð


Soal Latihan 2.2.
1. Diketahui   D  = { x | x garis lurus } 
Pada D didefinisikan relasi  R = { (x,y) |  x sejajar  y,   x Î D  , y Î D }
Relasi R  tersebut bersifat  .....................................................
2. Diketahui   P  = { x | x subset dari  himpunan  A  } 
Pada  P   didefinisikan relasi  R = { (x,y) | x Í y ,    x Î P  , y Î P  }
Relasi R  tersebut bersifat  .....................................................
3. Diketahui   D  = { x | x garis lurus } 
Pada D  didefinisikan relasi  R = { (x,y) |  x  tegak lurus  y,   x Î D  , y Î D }
Relasi R  tersebut bersifat  .....................................................
4. Relasi-relasi berikut didefinisikan pada himpunan B = { 2, 4, 5 }.
a.    R  = { (2,2) , (4,4) , (5,5) }
b.    R  = { (2,4) , (4,5) , (2,5) , (5,2) , (2,2) }
c.    R  = { (5,4) }
d.    R  = { (x,y) | x habis membagi  y , x,y Î B }.
Tentukan sifat yang dimiliki oleh masing-masing relasi tersebut.
5. Relasi-relasi berikut didefinisikan pada himpunan Z (himpunan bilangan bulat).
a.    R  = { (2,2) , (4,4) , (5,5) }
b.    R  = { (2,4) , (4,5) , (2,5) , (2,2) }
c.    R  = { (5,4) }
d.    R  = { (x,y) | x habis membagi  y }.
e.    R  = { (x,y) | x ³  y  }.
Tentukan sifat yang dimiliki oleh masing-masing relasi tersebut.
6.  Diketahui   D  = { x | x garis lurus }.  Pada D didefinisikan relasi 
a.    R = { (x,y) |  x sejajar  y,   x Î D  , y Î D }
b.    R = { (x,y) |  x tegak lurus  y,   x Î D  , y Î D }
c.    R = { (x,y) |  x berpotongan dengan  y,   x Î D  , y Î D }
Di antara ketiga relasi tersebut, sebutkan relasi yang merupakan relasi ekivalen dan relasi yang merupakan relasi pengurutan sebagian.


Pertemuan 5

BAB III  FUNGSI


Misalkan   A  dan  B  adalah himpunan yang tidak kosong. Sebuah relasi  f  dari  A  pada  B  disebut  fungsi   jika untuk setiap   x  Î A  terdapat  satu dan hanya satu y ÎB    dimana    (x ,y ) Î f  .

Contoh 3.1.
Relasi R1 didefinisikan pada himpunan A={3,4,5} sebagai R1 = {(3,4),(4,4), (5,3)}. Relasi R1 tersebut merupakan sebuah fungsi.
Relasi R2 didefinisikan pada himpunan A={3,4,5} sebagai R2 = {(3,4),(3,5), (4,4), (5,3)}. Relasi R2 tersebut bukan sebuah fungsi.
Relasi R3 didefinisikan pada himpunan A={3,4,5} sebagai R3 = {(3,4),(3,5), (5,3)}. Relasi R3 tersebut bukan sebuah fungsi.                                                                                  ð

Jika  f  merupakan fungsi yang memasangkan kepada setiap anggota  A  satu dan hanya satu anggota B ,  atau ditulis   f : A ® B,   maka   A  disebut sebagai domain  dan  B  disebut sebagai co-domain.  Jika  f(x) = y , maka  y  disebut image  dari  x   di bawah f  dan  x  disebut  preimage    dari  y .

Contoh 3.2.
Dari contoh 1, fungsi  R1 = {(3,4),(4,4), (5,3)}. Himpunan A = {3, 4, 5} merupakan domain dan co-domain dari fungsi R1 .                                                                                                ð

Daerah hasil (range) dari  f : A ® B  adalah himpunan image  dari semua anggota  A  di bawah fungsi  f.





Contoh 3.3.

• f(a) = X.

• image  dari  d   adalah   X.

• domain dari  f  adalah  P = {a, b, c, d}

• co-domain dari f adalah  Q = { X, Y, Z }

• f(P) = { X, Y }

• preimage  dari  Y  adalah  c

• preimage  dari  X  adalah  a, b dan d

• f({c,d}) = {X,Y }

• range  dari f adalah   {X,Y }                                                                                      ð


3.1. FUNGSI SATU-SATU DAN FUNGSI PADA

Misalkan f sebuah fungsi dari himpunan A pada himpunan B. Fungsi f   disebut fungsi satu-satu  (one-to-one)  atau  injectif  jika  semua preimage adalah  unik. Dengan kata lain,  jika   a ¹ b   maka    f(a)  ¹ f(b) . Fungsi  f disebut fungsi pada  (onto)  atau  surjectif  jika  setiap y   pada  B memiliki  preimage.  Dengan kata lain,  untuk setiap y dalam B terdapat sebuah x dalam A demikian hingga  f(x) = y . Fungsi  f   disebut  bijectif,  jika  f  merupakan fungsi satu-satu  dan  pada . 


Contoh 3.4.
1.    Fungsi pada contoh 3.3 di atas bukan merupakan fungsi satu-satu dan bukan merupakan fungsi pada. Dengan demikian, fungsi tersebut bukan merupakan fungsi bijektif.
Nyatakan fungsi-fungsi berikut sebagai fungsi satu-satu, fungsi pada atau fungsi bijektif.

      



                                                                                                                                         ð

            Jika terdapat bijeksi antara himpunan A dan himpunan B, maka banyaknya anggota kedua himpunan tersebut harus sama. Dengan kata lain, kedua himpunan tersebut harus memiliki kardinalitas yang sama.

3.2. INVERS DARI FUNGSI 

            Misalkan f sebuah fungsi dari himpunan A pada himpunan B. Invers dari fungsi f  adalah relasi   f -1 : B  ®  A   dimana   f -1(B)  = { x |  f (x) = y , xÎA, yÎB }.

Contoh 3.5.
            Diketahui fungsi   f  : P  ®  Q  





            Invers dari fungsi tersebut adalah  f -1 : Q  ®  P  :





                                                                                                                                                     ð

Contoh 3.6.
Diketahui fungsi  f : P®Q , dimana  P = { 2,4,6 }, Q = { 1,2,4,9,16,25,36 } dan    f(x) = x2. Invers dari fungsi  f  adalah f -1(x) = Öx dimana x Î Q dan f -1(x)ÎP                                        ð
           
Sebuah fungsi disebut sebagai fungsi invers jika invers dari fungsi tersebut merupakan sebuah fungsi.


Contoh 3.7.
Fungsi f dari contoh soal 3.5. di atas bukan fungsi invers, karena  f-1 bukan fungsi.        ð

3.3. KOMPOSISI  FUNGSI 

            Misalkan   f :  B à C  dan   g : A à B   adalah fungsi. Komposisi  f  dengan  g , ditulis fog adalah fungsi dari A kepada C yang didefinisikan sebagai fog(x) =  f(g(x)).
            Contoh 3.8.
            Jika f (x) = x2  dan    g (x) = 2x + 1,  maka   fog (x) = f(g (x)) = (2x+1)2
dan    gof (x) = g (f (x)) = 2x2 + 1.    ð


 

Contoh 3.9.





fog(a) = r , fog(b) = r , fog(c) = p , fog(d) = r .         ð

Soal Latihan 3.1.

1. Di antara relasi-relasi berikut, relasi manakah yang merupakan fungsi ?





2. Fungsi-fungsi berikut didefinisikan pada himpunan bilangan riil R. Tentukan fungsi yang merupakan fungsi satu-satu, fungsi pada atau fungsi bijektif.
a.    f(x) =  x
b.    f(x) =  x2
c.    f(x) =  x3
d.    f(x) = | x |
3. Fungsi-fungsi berikut didefinisikan pada himpunan bilangan riil R. Tentukan invers dari setiap fungsi tersebut dan tentukan fungsi yang merupakan fungsi invers.
a.     f(x) =  x
b.     f(x) =  x2
c.      f(x) =  x3
d.     f(x) = | x |
4. Diketahui  A = { 1, 2, 3 }. Tentukan semua fungsi invers yang dapat didefinisikan untuk memetakan  A   pada   A.
5. Diketahui f(x) = 2 x .   Tentukan           
a.     f(N )  ;    N = himpunan bilangan asli.
b.     f(Z )  ;    Z = himpunan bilangan bulat.
c.      f(R )  ;    R = himpunan bilangan riil.